Liputan6.com, Jakarta – Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk profil rangka baja ringan harus dijadikan kewajiban bagi produk yang beredar di Indonesia, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keamanan konsumen. Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI), Nicolas Kesuma, dalam Rapat Pembahasan Analisa Dampak Regulasi Teknis Produk Baja Ringan yang diselenggarakan oleh Direktorat Logam, Kementerian Perindustrian, belum lama ini.
Menurut Nicolas, fungsi utama dari baja ringan adalah untuk menopang atau menyangga penutup atap atau dinding, sehingga memberikan kekuatan yang diperlukan untuk melindungi struktur atap atau dinding, serta kualitas bangunan. Penggunaan baja ringan yang tidak memenuhi standar keamanan dapat menyebabkan kegagalan konstruksi yang berpotensi menimbulkan korban jiwa.
Nicolas mengungkapkan bahwa kegagalan konstruksi akibat penggunaan profil rangka baja ringan yang tidak memiliki SNI telah sering terjadi di Indonesia. Contohnya, pada Januari lalu, 6 siswa di SMPN 2 Greged, Kabupaten Cirebon, terluka akibat ambruknya atap ruang kelas mereka saat sedang belajar. Dan dalam satu minggu ini saja, terdapat 2 sekolah di Kabupaten Bogor yang mengalami kejadian serupa.
Dengan adanya standar SNI untuk profil rangka baja ringan, Nicolas menegaskan bahwa kejadian kegagalan konstruksi seperti ini dapat dihindari. Produk yang sudah bersertifikasi SNI memberikan jaminan terhadap kekuatan dan keamanannya, sehingga menjadi pilihan utama konsumen.
Nicolas menekankan bahwa keselamatan pengguna harus menjadi prioritas utama, dan oleh karena itu, ia mendesak agar SNI 8399:2022 untuk profil rangka baja ringan diubah dari status sukarela menjadi wajib. Hal ini penting untuk memastikan keamanan pengguna dan menjaga kepercayaan publik terhadap produk baja ringan.
Industri baja merupakan salah satu motor penggerak utama industri di Indonesia, dan untuk meningkatkan sektor ini, Nicolas menyarankan agar pemerintah mengambil langkah-langkah seperti mewajibkan SNI untuk profil rangka baja ringan, membatasi impor, dan meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam pembangunan.