Liputan6.com, Jakarta – Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menilai, waktu 14 hari tak akan cukup untuk menangani sengketa Pemilihan Presiden atau sengketa Pilpres 2024.
Djarot Saiful Hidayat mempertanyakan bagaimana waktu singkat itu bisa memenuhi rasa keadilan dan membongkar dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang harus dibuktikan.
“Bagaimana kita bisa mendapatkan keadilan substantif kalau di sisi waktu dikerangkeng 14 hari. Bagaimana kita bisa membuktikan dugaan kecurangan secara TSM dalam waktu 14 hari,” kata Djarot di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).
Djarot menyebut, PDIP menilai, waktu 14 hari tak akan cukup untuk menggali dugaan penyalahgunaan bansos hingga intimidasi aparat.
“Bagaimana kita bisa menggali persoalan yang sangat mendalam tentang misalnya politisasi bansos, pengerahan aparat, intimidasi, dan sebagainya,” jelas dia.
Sementara itu di acara diskusi yang sama, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai waktu 14 hari untuk menyidangkan gugatan sengketa Pemilu hanya akan mengurung agar kebenaran terkait kecurangan Pilpres 2024 tak terkuak.
“Menurut saya, kalau Mahkamah Konstitusi masih dikerangkeng oleh hukum acara, yang sebenarnya membatasi pencarian keadilan yang substantif, maka jawabannya tidak,” ungkap Bivitri.
Bivitri juga menyoroti saksi ahli dan saksi fakta yang dibatasi 19 orang dengan waktunyang sangat singkat yakni hanya waktu 15 menit.
“Pengalaman saya sebagai ahli, tetapi dalam perkara-perkara lain, ya, PUU pengujian undang-undang di MK, saya tahu persis ketika menggali persoalan-persoalan itu pasti panjang, enggak mungkin 15-20 menit,” katanya.
Ia menilai, aturan 14 hari harusnya bisa dikesampingkan MK dan memberikan waktu lebih panjang, mengingat MK pernah melakukan hal serupa sebelumnya.
“Menurut saya sih mungkin saja, karena MK pada 2003 itu pernah dia sendiri yang mengesampingkan,” pungkas Bivitri.