Liputan6.com, Jakarta – Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie menegaskan, kondisi fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat menghadapi ancaman dampak krisis di Timur Tengah (Timteng). Menurut dia, kondisi ekonomi makro Indonesia memiliki daya tahan dalam menghadapi ancaman krisis, baik yang disebabkan eskalasi geo-politik maupun geo-ekonomi global.
“Kepada Sekjen International Chamber of Commerce (ICC), saya menyampaikan optimisme bahwa fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat menghadapi tekanan dan ancaman krisis akibat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, seperti tekanan yang dialami nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pekan ini,” kata Anindya saat bertemu Sekjen ICC John Denton, di Kantor Pusat ICC, Paris, Prancis, seperti dikutip dari siaran pers, Kamis (18/4/2024).
Anindya Merinci, terdapat sejumlah indikator yang menunjukkan kekuatan ekonomi makro, antara lain Indonesia masih mampu mencatat pertumbuhan di atas 5 persen di saat ekonomi global hanya tumbuh rata-rata 2 persen.
“Kita (Indonesia) dan segelintir negara, seperti India dan Tiongkok, yang mampu tumbuh di atas 5 persen,” jelas dia.
Anindya menambahkan, indikator lainnya adalah laju inflasi yang terkendali, jauh di bawah negara maju anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) lainnya. Diketahui, laju inflasi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret lalu sebesar 3,05 persen secara tahunan.
Meski begitu, soal penurunan nilai tukad rupiah yang menembus level psikologis Rp 16.000 per dolar AS, Anindya memastikan hal itu bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, pada April 2020, kurs rupiah juga pernah bernasib sama.
“Pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami rupiah, tetapi juga mata uang regional lainnya. Ini disebabkan oleh ketidakpastikan kondisi geopolitik akibat memanasnya Timur Tengah. Belum lagi perang dagang yang meruncing antara AS dan Tiongkok,” ungkap dia.