Sebelumnya, Erick Thohir memperingatkan BUMN untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia. Ia mencontohkan, inflasi Amerika Serikat (AS) sebesar 3,5% membuat langkah the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS menurunkan suku bunga acuan tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
“Situasi geopolitik juga semakin bergejolak dengan memanasnya konflik Israel dan Iran beberapa hari yang lalu,” ujarnya.
Erick menyebut, kondisi ini memicu menguatnya Dollar AS terhadap rupiah dan kenaikan harga minyak WTI serta Brent yang masing-masing menembus USD 85,7 dan USD 90,5 per barrel.
“Harga minyak ini bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai 100 Dollar AS per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat,” sebutnya.
Erick mengatakan, dua hal tersebut telah melemahkan rupiah menjadi 16.000-16.300 per Dollar AS dalam beberapa hari ini. Nilai tukar rupiah ini bahkan bisa mencapai lebih dari Rp16.500 apabila tensi geopolitik tidak menurun.
“Situasi ekonomi dan geopolitik tersebut sudah dan akan berdampak kepada Indonesia melalui foreign outflow dana investasi yang akan memicu melemahnya rupiah dan naiknya imbal hasil obligasi, kemudian juga semakin mahalnya biaya impor bahan baku dan pangan karena gangguan rantai pasok,” katanya.
“Dan akan menggerus neraca perdagangan Indonesia,” imbuh Erick.
Ia pun meminta BUMN melakukan langkah cepat dalam meminimalkan dampak global melalui peninjauan ulang ulang biaya operasional belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres dalam melihat kondisi BUMN dalam situasi terkini.
(*)